Features
- New Testament Hermeneutics
New Testament Hermeneutics
(Hermeneutika Perjanjian Baru)
Ilmu penafsiran membutuhkan perhatian yang sangat besar di hari-hari ini dimana banyak bermunculan penafsiran-penafsiran yang keliru yang kemudian menghasilkan doktrin yang keliru yang dapat menyesatkan umat.
Sesuai dengan 1 Korintus 2:7, bahwa “hikmat Allah” itu “tersembunyi dan rahasia,” maka pengertian tentang Allah tidak dapat diperoleh dengan kemampuan manusia dan hanya dapat diperoleh dengan Allah sendiri yang membukakannya kepada kita.
“Tetapi yang kami beritakan ialah hikmat Allah yang tersembunyi dan rahasia, yang sebelum dunia dijadikan, telah disediakan Allah bagi kemuliaan kita.”
1 Kor 2:10 memberi penjelasan bahwa Roh Kuduslah yang membuat kita mampu memperoleh pengertian tentang Allah, karena Roh Kudus itu “menyelidiki”, dan bahkan “menyelidiki hal-hal yang tersembyi dalam diri Allah.”
“Karena kepada kita Allah telah menyatakannya oleh Roh, sebab Roh menyelidiki segala sesuatu, bahkan hal-hal yang tersembunyi dalam diri Allah.”
Selanjutnya dalam 1 Kor 2:12-16 diberikan beberapa prinsip bagaimana Roh Kudus memberi pengertian kepada manusia.
- Roh Kudus Menyatakan (reveal)
- Roh Kudus Mengajarkan (inspire)
- Roh Kudus Memberi Pemahaman (illuminate)
Kita tidak menerima roh dunia, tetapi roh yang berasal dari Allah, supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita. 13 Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh. 14 Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani. 15 Tetapi manusia rohani menilai segala sesuatu, tetapi ia sendiri tidak dinilai oleh orang lain. 16 Sebab: “Siapakah yang mengetahui pikiran Tuhan, sehingga ia dapat menasihati Dia?” Tetapi kami memiliki pikiran Kristus.
Metode Penafsiran yang salah adalah metode DEDUKTIF, karena metode ini menaruh buah pikiran manusia sebagai pusat, dan menggunakan ayat-ayat untuk mendukungnya.
Metode Penafsiran yang benar adalah metode INDUKTIF, yaitu metode ini semata-mata mengandalkan apa yang dikandung dalam Teks dan Konteks.
- Prinsipnya adalah: “Biarkan Alkitab itu sendiri yang berbicara.”
- Langkahnya adalah:
> Observasi: mengamati teks, konteks, dan konsistensi dengan seluruh Alkitab
> Interpretasi: menarik pesan yang disampaikan Alkitab
> Applikasi: menerapkannya dalam kehidupan manusia, konteks zaman
Prinsip yang sangat utama dalam penafsiran Perjanjian Baru adalah: Memperhatikan Tata Bahasa. Contoh: Bagian dari 2 Kor 5:17 yang mengatakan: “yang lama sudah berlalu” dan “sesungguhnya yang baru sudah datang” menggunakan dua kala (tenses) yang berbeda.
Kala Lampau: terjadi sekali dan tidak berlaku lagi:
“yang lama sudah berlalu”
Kala Perfect: terjadi dan masih berlaku:
“yang baru sudah datang”
Aspek gramatikal harus dianalisis dan diperhatikan untuk benar-benar memahami isi Alkitab yang sebenarnya.
Dr. Jerry Horner menanggapi penafsiran keliru yang muncul bahwa persepuluhan tidak berlaku lagi di era Perjanjian Baru:
“Perpuluhan adalah prinsip Alkitabiah yang muncul di zaman pra-Musa, jadi bukan merupakan bagian dari hukum yang Tuhan berikan melalui Musa. Persepuluhan adalah prinsip Alkitabiah yang hakiki mengenai memberi, yaitu sebagai standar memberi. Manusia diminta untuk memberi seulurh hidupnya kepada Tuhan, dan perpuluhan hanyalah standar minimal.”